Senin, 14 Desember 2015


mind map lucu


pengertian biopsikologi

BAB I
PENGANTAR BIOPSIKOLOGI
A. PENGERTIAN BIOPSIKOLOGI
Definisi Biopsikologi
 iopsikologi adalah suatu studi ilmiah tentang biologi perilaku (Dewsburry 1991). Dalam biopsikologi kita akan mempelajari mekanisme perilaku dan pengalaman dari sisi fisiologis, evolusi, serta perkembangan. Istilah biopsikologi memiliki makna yang sama dengan psikobiologi, psikologi fisologis, atau neurosains perilaku, tetapi Jhon P.J. Pinel lebih suka menyebutnya dengan istilah biopsikologi, karena menunjukkan pendekatan biologis dalam studi tentang psikologi dan bukan pendekatan psikologis pada studi biologi.
Istilah biopsikologi menekankan tujuan utama pembahasan yaitu kaitan antara topik-topik biologi dengan psikologi. Sebagian besar pembahasan di dalam bipsikologi terpusat pada fungsi otak. Pengkajian terhadap otak mengungkapkan adanya sub-area yang sangat berbeda, pada tingkat mikroskopis, dengan ditemukannya dua tipe sel di dalam otak yaitu: neuron dan glia (penyokong syaraf). Neuron adalah sel-sel yang menerima dan meneruskan sinyal-sinyal elektrokimiawi yang luar biasa rumit. Sedangkan glia juga memiliki fungsi yang beragam tetapi glia tidak meneruskan informasi dengan jarak yang sangat jauh. Kerja neuron dan glia dapat menimbulkan begitu banyak ragam perilaku dan pengalaman. Oleh karena itu para ahli biopsikologi melakukan berbagai usaha penelitian untuk menjelaskan secara terperinci bagaimana proses tersebut dapat terjadi.
Pikirkan kompleksitas otak kita, dengan 100 miliar neuron yang tersusun secara kompleks dan lebih dari 100 triliun hubungan yang terjadi didalamnya dengan jalur-jalur sinyal neural yang tak terhingga yang membuatnya begitu kompleks.
Biopsikologi adalah sebuah disiplin integratif. Biopsikologi menyatukan pengetahuan dari disiplin-disiplin ilmu neurosains yang lain seperti neuroanatomi, neurokimia, neuroindrokinologi, neurofisilogi dan lain-lain, dan menerapaknnya pada studi tentang perilaku.
 
B. BIOLOGI PERILAKU
Jika kita membahas tentang biologi perilaku, kebanyakan pertanyaan yang muncul adalah perilaku itu apakah fisiologis atau psikologis, diwarisi atau dipelajari?. Menurut R. Descartes (1596-1650) tubuh manusia termasuk otak diperkirakan sepenuhnya fisik, demikian juga tubuh binatang-binatang selain manusia. Kebanyakan orang saat ini mengerti bahwa perilaku manusia memiliki dasar fisiologis, tetapi banyak juga yang masih memegang asumsi dualistik bahwa ada katagori aktivitas manusia yang lebih penting dibanding otak manusia. Mengenai perilaku diwarisi atau dipelajari kita bisa mengambil teori dari psikologi eksperimental di Amerika Utara dan kajian tentang perilaku di Eropa. Dari teori ini dapat terlihat sekali perbedaannya yaitu kebanyakan psikolog eksperimental awal di Amerika utara menyatakan perilaku itu secara keseluruhan di dapat karena nurture/belajar. Sedangakan kajian tentang perilaku di Eropa yang memfokuskan kajian tentang perilaku instingtif (perilaku yang tampaknya terjadi dalam seluruh anggota suatu spesies walaupun seperti tidak ada kesempatan untuk mempelajari perilaku tersebut), dan menekankaan peran alam, atau faktor-faktor yang diwarisi dalam perkembangan perilaku. Para etolog ini beranggapan bahwa perilaku itu sepenuhnya karena diwarisi. Namun pendapat mereka semua masih keliru.
Fisiologis atau Psikologis?
Perdebataan antara fisiologis atau psikologis, dan nature atau nurture terhadap biologi perilaku didasarkan karena cara berpikir yang tidak tepat. Dua bukti yang berlawanan dengan pemikiran fisiologis atau psikologis oleh Descartes (tentang asumsinya bahwa sebagian aspek fungsi psikologis manusia begitu kompleks sehingga mustahil dihasilkan oleh otak yang bersifat fisik), mulai muncul tidak lama setelah dualisme pikiran-otak Descartes diterima oleh Gereja Roma. Dari kedua contoh kasus berikut, semuanya berhubungan dengan kesadaran diri, yang secara luas diperkirakan sebagai ciri bagi human mind (jiwa, self, roh). Bukti pertama yaitu banyak demonstrasi yang menyatakan bahwa sebuah perubahan psikologis (kesadaran diri, ingatan, emosi dll) dapat dihasilkan oleh kerusakan atau stimulasi pada bagian-bagian otak tertentu. Bukti kedua adalah demonstrasi tentang spesies non-manusia memiliki kemampuan yang pernah diasumsikan murni psikologis dan oleh karenanya murni manusiawi.
Contoh kasus yang dapat mengilustrasikan kedua macam bukti di atas adalah yaitu tulisan Oliver Sack (1985), “Laki-Laki yang Jatuh dari Tempat Tidur”, laki-laki ini menderita asomatognosia, atau defisiensi kesadaran tentang bagian-bagian tubuhnya sendiri. Penyakit asomatognosia biasanya melibatkan bagian tubuh sebelah kiri yang disebabkan karena kerusakan lobus parietal kanan pada otak. Singkat cerita laki-laki ini terkejut pada dirinya sendiri ketika terbangun dari tidurnya, Ia terkejut akan keberadaan kaki kirinya yang dianggap asing baginya. Lalu Ia melemparkan kaki kirinya dan ikut terjatuh. Intinya di sini adalah meskipun perubahan kesadaran diri yang ditunjukkan laki-laki tersebut sangat kompleks, akan tetapi jelas perubahan tersebut juga disebabkan karena kerusakan otak.
Contoh kedua yaitu tentang penelitian oleh G. G. Gallup tentang kesadaran diri simpanse. Sekelompok simpanse pra dewasa yang dibesarkan secara berkelompok dengan cermin. Pada satu dua hari pertama mereka hanya menganggap bayangan yang ada dalam cermin adalah teman sesamanya, akan tetapi mulai muncul perilaku yaitu memperhatikan dengan seksama apa yang ada dalam cermin tersebut, secara progresif mereka mulai memainkan wajahnya, melihat dirinya sendiri degan memantau hasilnya pada cermin. Eksperimen selanjutnya Gallup memberikan bius pada sekelompok simpanse tersebut dan memberikan warna merah pada salah satu alis mereka. Setelah tersadar dari biusnya, mereka mulai dihadapkan kembali pada cermin dan semua simpanse menunjukkan respon yang mengarah pada tanda merah secara berulang-ulang, dan peningkatan perilaku mengamati dirinya di cermin sebanyak tiga kali lipat. Gallup berpendapat bahwa hal serupa juga akan terjadi pada manusia, bila suatu pagi mereka terbangun dan melihat ada perbedaan pada tubuh atau wajahnya maka mereka akan dengan seksama melihat pada cermin karena mereka menyadari bahwa sebelumnya itu tidak ada pada dirinya.
Diwarisi atau Dipelajari?
Pembahasan apakah perilaku itu diwarisi atau dipelajari (nature or nurture) dapat dirangkum dengan menjabarkan pernyataan dari Mark Twain yang menyatakan: “Laporan-laporan kematian pemikiran itu sudah dibesaar-besarkan.” Pertama, faktor-faktor lain dari genetika dan belajar ternyata juga mempengaruhi perkembangan perilakku, faktor-faktor tersebut seperti faktor lingkungan, asupan nutrisi, stres, dan stimulasi indrawi terhadap fiturs juga terbukti memmpengaruhi perilaku. Dari penemuan ini menyebabkan melebarnya konsep nature or nurture hingga memasukkan berbagai faktor pengalaman selain faktor belajar, dan mengubah dikotomi nature or nurture menjadi “Faktor-faktor genetik atau pengalaman.”
Perkembangan selanjutnya, ada pernyataan bahwa perilaku itu selalu berkembang di bawah kontrol gabungan nature dan nurture dan bukan di kontrol oleh salah satu darinya. Pertanyaan tentang “Apakah perilaku bersifat genetik atau sebagai hasil dari pengalaman?” mulai mereka ganti dengan pertanyaan lain, yaitu: “Seberapa banyak yang terbentuk karena genetik dan seberapa banyak yang merupakan hasil dari pengalaman?” Pertanyaan seberapa banyak yang terbentuk karena genetik dan seberapa banyak yang merupakan hasil dari pengalaman? sama seperti pertanyaan sebelumnya, sama-sama memiliki kekurangan. Masalahnya versi ini didasari oleh premis bahwa faktor genetik dan pengalaman berkombinasi secara aditif, semisal kecerdasan seseorang tercipta melalui kombinasi dari begitu banyak bagian genetik dan begitu banyak pengalaman, bukan melalui interaksi antara genetika dan pengalaman. Pada dasarnya kita tidak bisa memisahkan seberapa banyak kontribusi genetik dan seberpa banyak kontribusi dari pengalaman dalam perilaku, semua itu jawabannya terletak pada pemahaman tentang interaksi anatara genetik dan pengalaman.
 Penjelasan biologis dari perilaku dibedakan menjadi 4 kategori :
1. Penjelasan Fisiologis
  Yaitu mengkaitkan perilaku dengan aktivitas otak dan organ-organ tubuh lain.
Contoh : penggunaan obat-obatan, reaksi kimai yang dihasilkan oleh obat akan berpengaruh pada aktivitas otak dan kemudian dapat mengendalikan kontraksi otot.
2. Penjelasan Ontogeni
 Yaitu mendeskripsikan tentang perkembangan sebuah struktur atau perilaku. Penjelasan ini memandang bahwa gen, nutrisi pengalaman serta interaksi antara satu dengan yang lainnya m
empengaruhi perilaku seseorang. Contoh : balita hingga dewasa akan terlatih dalam menanggapi sebuah implus hal ini berkaitan dengan perkembangan sisi depan otak.
3. Penjelasan Evolusi
 Yaitu akan merekonstruksi sejarah evolusi struktur atau perilaku. Sebagai contoh adalah ketika manusia merasa ketakutan maka reaksi yang terjadi adalah merinding, atau menegakknya rambut halus pada lengan atau tengkuk. Hal tersebut tidak bermanfaat apa-apa bagi manusia, tetapi rambut yang menegak pada mamalia akan berguna untuk mengelabuhi hewan lain bahwa seolah-olah ukuran badannya membesar dan menakutkan bagi yang lain. Penjelasan evolusi tentang perilaku merinding pada manusia mengungkapkan bahwa perilaku tersebut muncul pada salah satu leluhur manusia dan kita mewarisi kemamuan tersebut.
4. Penjelasan Fungsional
 Yaitu akan menjelaskan mengapa suatu struktur atau perilaku berevolusi. Pada sebuah populasi kecil dan terisolasi, sebuah gen dapat terwariskan secara tidak sengaja melalui suatu proses, sering disebut sebagai hanyutan genetika. Contohnya adalah kuda jantan dominan yang memilik banyak keturunan akan mewariskan seluruh gennya, tak terkecuali yang baik maupun yang buruk. Efek hanyutan genetika ini akan berkurang jika populasi membesar. Dengan demikian sebah gen yang dengan mudah ditemui di populasi besar, mungkin bermanfaat di waktu lalu dan kurang bermanfaat di waktu sekarang. Ada juga contoh lain dimana spesies memiliki bentuk atau rupa yang sama dengan lingkungan hidupnya sehingga dapat memeberikan manfaat untuk berkamuflase ketika datang bahaya.
C. PENDEKATAN BIOLOGI
Ada tiga konsep utama dari ilmu biologi yang mendukung untuk menjelaskan mengenai psikologi manusia
1. Genetika adalah sebuah pembelajran tentang sifat yang diwariskan secara genetik. Dalam ilmu psikologi genetika diterapkan untuk mempelajari seberapa besar dampak sifat psikologis orang tua yang diwariskan pada anak. Salah satu hal yang identik dengan genetika adalah kecerdasan.
Genetika perilaku: genetika tentang perbedaan individu
Genetika perilaku adalah studi yang membahas perbedaan psikologis antar individu. Dua faktor yang mempengaruhi perbedaan individu yaitu gen dan lingkungan. Kedua faktor itu biasanya merupakan bawaan dari lahir dan terbentuk melalui lingkungan, karena genetik ditentukan lewat biologi (karena itu disebut bawaan), sedangkan faktor lingkungan dikendalikan oleh orang lain (karena itu disebut bentukan). Ahli genetika perilaku berpendapat bahwa faktor bawaan dan bentukan sangat penting. Maka, jangan terjebak dengan asumsi bahwa individu dikendalikan sepenuhnya oleh gen.
 Sekitar 99,9 % gen setiap individu sama, gen inilah yang menjadikan individu sebagai manusia dan presentase yang menjadika individu satu dan lain berbeda hanya 0,1 %. Walaupun demikian angka 0,1 % sudah dapat menjelaskan perbedaan- perbedaan mendasar setiap manusia. Sifat yang sebagian dipengaruhi gen dikatakan memiliki heritabilitas (heritability) tinggi. Contoh yang termasuk dalam heritabilitas tinggi yaitu tinggi badan, sedangkan sopan santun termasuk kedalam kategori heritabilitas rendah, sebab yang menjadi faktor utama yang menentukan tingkat kesopanan individu adalah cara bagaimana individu tersebut dibesarkan.
Perkembangan Perilaku : Interaksi Faktor-Faktor Genetik dengan Perilaku
 Faktor genetik dan pengalaman organisme berinteraksi untuk mengarahkan ontogeni perilaku. Ontogeni adalah perkembangan individu selama Ia hidup. Sedangkan phylogeny adalah perkembangan evolusioner spesies selama berabad-abad.
Contoh interaksi antara genetika dan pengalaman
 adalah eksperimen Tryon (1994) tentang tikus-tikus Maze Bright dan Maze Dull. Tryon melakukan fokus eksperimen selective-breeding (pengembangbiakan selektif) pada perilaku dan fokus penelitian tentang belajar: jalur maze tikus laboratorium. Dia mulai melatih tikus untuk melewati maze yang rumit, dan memberikan hadiah pada tikus jika mereka berhasil memecahkan gang-gang secara benar. Tikus Bright adalah julukan tikus-tikus yang sedikit sekali salah dalam memasuki gang. Sedangkan Maze Dull adalah julukan tikus-tikus yang sering memasuki gang yang keliru. Tryon mengawinkan tikus betina dan jantan maze bright begitupun dengan tikus-tikus maze dull. Untuk mengetahui bahwa kinerja maze learning diturunkan dari genetika orangtua pada anaknya melalui belajar, ia melakukan pengujian cross fostering control procedur yaitu pertukaran pengasuh antara maze bright dan maze dull. Akan tetapi, hasil menujukkan anak-anak maze bright tetap sedikit dlam melakukan kesalahan memasuki gang dan anak-anak maze dull tetap banyak melakukan kesalahan meski diasuh oleh induk maze bright. Hal umum penting dari selective breeding adalah sebuah sifat perilaku biasannya membawa induk bagi perilaku lain yang bersamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh gen dalam pengembangbiakan.
Searle (1949) membandingkan antara tikus-tikus maze bright dan maze dull pada 30 tes dan semuanya menunjukkan perilaku yang berbeda, walaupun tikus maze bright tetap unggul menjadi maze learners namun hasil tersebut bukan karena semata genetiknya melaikan karena mereka tidak terlalu emosional. Bukti lain juga diungkapkan oleh Cooper dan Zubek (1958) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan awal bagi tikus juga mempengaruhi perilaku mereka.
Sedangkan bila kita membahas tentang perbedaan psikologis genetika manusia, maka dapat didefiniskan bahwa setiap orang merupakan produk dari interaksi antara gen dan pengalaman, efek dari gen serta pengalaman hidup tidak dapat dipisahkan.
Pembahasan tentang genetika perilaku
Latar belakang adanya pembahasan genetika perilaku yaitu banyak ahli psikologi yang prihatin akan persoalan-pesoalan moral yang dipicu oleh oleh faktor genetika perilaku. Sejarah mencatat ada bebrapa keyakinan politik yang sangat kelam salah satunya adalah gerakan Eugenetika (Eugenetics). Gerakan ini bertujuan untuk memperbaiki perkembangbiakan gen manusia secara selektif. Nazi yang berusaha menghapus gen-gen inferior melalui pemusnahan ras secara sistematis. Sejarah tersebut telah mencemari reputasi genetika perilaku. Kalau setiap individu sudah dapat memahami gen masing-masing, pasti akan muncul masalah yang baru lagi. Masalah-masalah ini sangat nyata, tetapi ada satu hal yang paling berbahaya, yaitu menolak semuanya tanpa mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk. Pemahaman yang baru menerangkan bahwa lingkungan setidaknya sama pentingnya dengan gen. Jadi jelas eugenetik sama sekali tidak berhasil. Namun memang ada beberapa hal yang ditunjang oleh genetika perilaku.
2. Evolusi
Evolusi adalah perubahan susunan genetik setelah melalui banyak generasi dalam waktu yang lama. Hal ini dapat menimbulkan munculnya spesies baru sebagai akibat dari berubahnya susunan genetik dari spesies sebelumnya. Charles darwin adalah ilmuan biologi pertama yang menemukan dan mengumpulkan bukti-bukti bagaimana evolusi itu terjadi.
Darwin memberikan tiga macam bukti yang mendukung bahwa spesies dapat berevolusi: (1) ia memperoleh bukti dari perubahan fosil yang terdahulu sampai lapisan geologi yang lebih baru. (2) mendeskripsikan kemiripan struktural diantara spesies yang masih hidup (misalnya, telapak tangan manusia, sayap burung dan cakar kucing) yang menunjukkan mereka berevolusi dari nenek moyang sama. (3) ia menunjukkan perubahan-perubahan pada tanaman dan hewan melalui selective breeding. Akan tetapi, bukti yang dapat dipertanggung jawabkan untuk terjadinya evolusi berasal dari observasi dari evolusi yang sedang berjalan. Misalkan, dalam observasi evolusi finch (semacam burung kutilang). Sepanjang musim panas selama 18 bulan disalah satu kepulauan galapagos hanya menyisakan biji-bijian berukuran besar yang sulit dimakan sehingga memperbesar ukuran paruh spesies finch di pulau itu.
Perjalanan evolusi manusia
Dengan mempelajari fosil-fosil dan membandingkan dengan spesies manusia saat ini, evolusi manusia bisa dipahami dari dimulainya evolusi vertebrata. Vertebrata yang pertama adalah ikan bertulang primitif. Dan saat ini vertebrata ada tujuh kelas yaitu: tiga kelas ikan, amfibi, reptilia, burung dan mamalia. Mamalia memiliki perilaku yang paling mirip dengan manusia, mereka membesarkan anaknya dengan cara menyusui, si anak menghabiskan tahap pertama kehidupan dengan ibunya dan ini terbukti memiliki makna pertahanan hidup yang penting. Dewasa ini ada 14 macam ordo mamalia, dan manusia merupakan anggota ordo primata. Kemunculan manusia, hominid adalah primata yang mencakup manusia, familia ini terdiri dari dua genera yaitu Austrapolithecus dan Homo. Homo diperkirakan terdiri dari dua spesies: Home eractus yang sudah punah dan Homo sapines (manusia) yang belum punah. Klasifikasi biologi (taksonomi) spesies manusia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Psikologi evolusioner: genetika tentang persamaan manusia
Darwin berpendapat bahwa evolusi terjadi melalui seleksi alam. Yang menyatakan bahwa dalam setiap generasi, tidak semua individu dalam satu spesies akan bertahan hidup. Individu yang bertahan dan dapat mewariskan gennya adalah individu yang pertahanan hidupnya lebih baik dari pada individu yang mati. Artinya, selama banyak generasi ada banyak perubahan genetika yang dialami oleh spesies tersebut yang membuat pertahanan diri merekan semakin baik dari generasi ke generasi. Teori dibalik psikologi evolusioner ialah beberapa sifat dan perilaku manusia, seperti halnya leher jerapah yang diduga dulunya nenek moyang jerapah ada yang berleher panjang dana ada yang berleher pendek, jerapah yang berleher panjang dapat bertahan hidup karena mereka dapat meraih daun-daun di dahan pohon yang tinggi sedangkan jerapah dengan leher yang pendek tidak dapat bertahan hidup. Sehingga jerapah dengan leher panjang dapat mempertahankan dan mewarisi genetik mereka pada generasi selanjutnya.
Pembahasan tentang psikologi evolusioner
manusia tidak terlahir polos, tetapi manusia dilahirkan dengan kemampuan dan perilaku tertentu. Psikologi evolusioner memberikan penjelasan tentang semua kemampuan dan perilaku ini. Hal ini karena tidak hanya manusia tetapi banyak spesies lain yang juga mengalami evolusi.
Secara logika evolusi tidak mungkin bertanggung jawab sepenuhnya atas semua aspek perilaku sosial seseorang. perilaku seseorang juga bisa didapat dari orang lain dan menyarap norma dan nilai suatu kebudayaan misalnya latar belakang keluarga.
3. Neurofisiologi
Neurofisiologi merupakan divisi biopsikologi yang mengkaji mekanisme neural perilaku melalui otak.
Struktur dan fungi Otak menjadi bahasan utama dalam neurofisiologi.
a. Medulla
Batang otak (brain stem) adalah tempat masuknya urat saraf tulang belakang ke otak. Medulla berisi serabut yang berfungsi untuk menghubungkan antara otak dengan tubuh melalui urat saraf tulang belakang. Medullla juga merupakan pusat saraf untuk aktifitas organ vital seperti bernafas dan denyut jantung. Apabila medulla mengalami kerusakan akan berakibat fatal.
b. Cerbellum
Cerebellum adalah area kecil mirip korteks otak (cerebal cortex), tetapi lebih besar. Cerebellum terletak pada bagian belakang otak sebelah bawah dan terlibat dalam sistem penggerak, terutama aktivitas berjalan. Kerusakan pada cerebellum dapat mengakibatkan gangguan berjalan atau kelemahan otot pada tungkai dan lengan.
c. Diencephalon
Diencephalon terletak pada otak bagian tengah dan terdiri dari dua struktur, yaitu thalamus dan hipothalamus. Hipothalamus berperan dalam mengatur respon. Misalnya, jika kita haus, hipothalamus yang berperan memotivasi kita untuk minum. Thalamus merupakan pusat pemancar yang menerima dan meneruskan informasi ke bagian-bagian dalam otak.
d. Lobus temporal
Lobus temporal terletak dibawah otak dan mengandung sejumlah struktur , termasuk amygdala dan hipokampus. Lobus temporal punya peran dalam mengingat. Diyakini juga lobus temporal terutama amygdala berperan dalam emosi. Kerusakan pada lobus temporal dapat mengakibatkan respon-respon emosional yang khas, mulai dari meningginya emosi dan agresi terhadap ketergantungan dalam perilaku pasif. Korteks pendengaran juga terletak dalam lobus temporal.
e. Lobus frontalis / lobus lipatan depan
Lobus frontalis terletak di belakang mata dan berperan penting dalam fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi. Lobus frontalis adalah tempat utama untuk aktivitas berpikir, bernalar, menganalisa, dan merencanakan. Kerusakan lobus frontalis dapat mengakibatkan perubahan kepribadian dan menurunnya kemamapuan berfikir dan nalar.

pancasila sebagai sistem filsafat

Azmi maulidah
15710075
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
BAB I
A. Latar belakang
Pancasila yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan sistem filsafat. yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai kenyataan yang objektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan yang objektif yang ada dan terletak pada pancasila sehingga pancasila sebagai suatu sistem filsafat khas dan berbeda dalam sistem-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat secara objekif dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita perlu mengkaji nilai-nilai pancasila, dari kajian filsafat sdeara menyeluruh.
B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1. Apakah Pengertian filsafat?
2. Apakah Pengertian Filsafat Pancasila?
3. Apakah Kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat?
4. Apakah Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian filsafat
 Sebelum masuk pada pembahasan yang lebih jauh, pengertian filsafat secara material maka dipandang perlu untuk membahas terlebih dahulu makna dari arti istilah “filsafat”. Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani. Bangsa yunanilah yang mula-mula berfilsafat. Kata ini bersifat majemuk, berasal dari kata “philos” yang berarti “sahabat” dan kata “sophia” yang berarti “pengetahuan yang bijaksana”. Maka philosophia menurut arti katanya berarti cinta pada pengetahuan yang bijaksana.
B. Pengertian Filsafat Pancasila
 Sesuai dengan pengertian filsafat sebagaimana tersebut diatas maka pengertian filsafat pancasila juga perlu didefinisikan sesuai dengan pengertian filsafat. Maka pengertian filsafat pancasila adalah pembahsan pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan pancasila sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang terdalam). Maka pengertian tentang pengetahuan pancasila yang demikian itu juga merupakn suatu pengetahuan terdalam yang merupakan hakikat pancasila yang bersifat essensial, abstrak umum universal, tetap dan tidak berubah (Notonagoro, 1966:3). Hal ini juga sering disebut sebagai pengertian menurut objek formanya. Dari objek materialnya maka pengertian filsafat pancasila yaitu: suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, negara dan masyarakat indonesia yang nilai-nilainya telah ada dan digali dari bangsa indonesia itu sendiri. (Notonagoro, 66 : 35).
C. Kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat
 Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila.
1. Dasar ontologis sila-sila pancasila
 Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok pancasila adalah manusia. Jika kita pahami dari segi filsafat negara Demikian juga jikalau kita pahami dari segi filsafat Negara, adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat, dan unsure rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakekat dasar ontopologis sila-sila pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologism memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hirarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila lainnya (notonegoro, 1975-53).
2. Dasar Epistemologis sila-sila pancasila
Dasar epistimologis Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya juga merupakan suatu system pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu system cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah menyengkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideology (Abdul Gani, 1998). Sebagai suatu ideology maka panasila memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari para pendukungnya yaitu :
a. Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
b. Pathos, yaitu penghayatannya
c. Ethos, yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3)
Sebagai suatu system filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system pengetahuan.
3. Dasar Aksiologis sila-sila pancasila
Sila-sila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakekatnya juga merupakan satu kesatuan. Pada hakekatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia.
Nilai-nilai pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila tergolong nilai kerohanian, yang juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik hierarkhis, dimana sila pertama sebagai basisnya sampai sila kelima sebagai tujuannya (Darmo diharjo).
D. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
 Pancasila sebagai hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh-tokoh kenegaraan indonesia yang semula untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka adalah merupakan suatu sistem filsafat, karena telah memenuhi ciri-ciri pokok filsafat. Demikian juga pancasila sebagai sistem filsafat, yang secara khusus sebagai filsafat hidup bangsa, adalah berlandaskan pada hakikat kodrat manusia, walaupun semula tidak terpikirkan oleh tokoh-tokoh kenegaraan indonesia tentang hakikat kodrat manusia, namun karena betul-betul perenungannya yang mendalam maka secara langsung dijiwai oleh hakikat kodrat manusia dalam hidup bersama. Dua hal ini perlu dibuktikan juga kebenarannya dengan penalaran yang runtut dan sah, apakah benar pancasila sebagai sistem filsafat dan juga berlandaskan pada kodrat manusia.
Ciri-ciri filsafat
1. Sistem filsafat harus bersifat koheren: berhubungan satu dengan lainnya secara runtut tidak mengandung pernyataan-pernyataan dan hal-hal yang saling bertentangan. Pancasila sebagai sistem filsafat bagian-bagiannya tidak saling bertentangan meskipun berbeda saling melengkapi dan tiap bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri. Bagian-bagiannya bersifat organis, bentuk susunanmya adalah hierarkhis-piramidal.
2. Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh: memadai semua hal dan gejala yang tercakup dalam permasalahannya sehingga tidak ada sesuatu yang diluar jangkauan. Pencasila sebagai filsafat hidup bangsa dapat memadai semua permasalahan kehdupan serta menampung dinamika masyarakat, dan dapat mencangkup semua permasalahan kenegaraan yang berlandaskan hakikat kodrat manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup harus mencakup semua permasalahan hidup manusia, yang pada dasarnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu masalah hidup menghadapi diri sendiri, masalah hidup menghadapi sesama manusia dan masalah hidup menghadapi Tuhan.
3. Sistem filsafat harus bersifat mendasar: mendalam sampai ke inti mutlak permasalahannya sehingga merupakan hal yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan atas dasar inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia dan menghadapi Tuhan, dalam bermasyarakat dan bernegara.
4. Sistem filsafat adalah bersifat spekulatif: merupakan buah pikir hasil perenungan yang menjadi titik awal serta pangkal tolak pemikiran suatu hal. Pancasila sebagai sistem filsafat pada permulaanya adalah merupakan buah pikir dari tokoh-tokoh kenegaraan yang merupakan suatu pola dasar sebagai titik awal yang kemudian dibuktikan kebenarannya. Jadi pada mulanya tokoh-tokoh kenegaraan hanya berspekulasi bahwa pancasila yang tepat dijadikan sebagai dasar filsafat negara.
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa pancasila sebagai sistem filsafat adalah bersifat koheren, menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Bersifat koheren dalam hubungn antar bagian-bagian dan pernyataan-penyataannya. Bersifat menyeluruh sebab meliputi semua kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. Bersifat mendasar dalam hal sampai ke inti mutlak tata kehidupan dan hubungan manusia. Bersifat spekulatif yang merupakan praanggapan sebagai hasil perenungan pada awal permulaannya.
 Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.
 Isi sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat negara indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila pancasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan. Setiap sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan pancasila. Maka dasar filsafat negara pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila yang lainnya.
 Pancasila sebagai sistem filsafat artinya antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan, bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu akan dikualifikasikan pada sila-sila yang lain. Dengan demikian bagian-bagian dari pancasila saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikirab dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungnanya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negaranya. Pemikiran dasar ini memberikan suatu pola berpikir bangsa indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya antara lain materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme dan sebagainnya.
Daftar Pustaka
Kaelan dan zubaidi achmad, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Pergururan Tinggi, Paradigma, Yogyakarta.
Kaelan, 1996, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Ms Bakry Noor, 1997, Orientasi Filsafat Pancasila, Liberty, Yogyakarta.

tasawuf di indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian tasawuf Nusantara adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf yang mengisi kehidupan beragama masyarakat Indonesia, bahkan saat ini pun kajian mengenai tasawuf masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia, dapat dibuktikan dengan semakin maraknya kajian Islam.
Menurut Dr. Alwi Shihab, tasawuf adalah faktor terpenting bagi tersebarnya Islam secara luas di Asia Tenggara. Meski setelah itu terjadi perbedaan pendapat mengenai kedatangan tarekat, apakah bersamaan dengan masuknya Islam atau datang kemudian. Perbedaan yang sama terjadi pula mengenai tasawuf falsafi yang diasumsikan sebagai sumber inspirasi bagi penentuan metode dakwah yang dianut dalam penyebaran Islam tersebut.
Maka dari itu dalam makalah ini kami akan menjabarkan mengenai bagaiamana tasawuf yang bekembang di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan tasawuf di indonesia?
2. Siapa saja tokoh tasawuf di indonesia dan bagaimana ajarannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan tasawuf di indonesia
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh tasawuf dan ajarannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan tasawuf di indonesia
Ajaran tasawuf didunia islam tidak lepas dari peran dua sufi besar yaitu ibn ‘arabi (1165-1240 M) dan al-ghazali (1058-1111 M). Kedua tokoh ini memiliki pandangan yang berbeda, ibn ‘arabi berpandangan tasawuf filosofis, sementara al ghazali memiliki pandangan ortodoksi.
Setelah berbicara mengenai corak tasawuf dari kedua sufi tersebut, selanjutnya penulis akan membahas pengaruh kedua sufi tersebut dalam perkembangan akhlak tasawuf dinusantara. Menurut sejarah tasawuf masuk nusantara diperkirakan abad 14 masehi yaitu sejak raja merah silau masuk islam yang kemudian berganti gelar menjadi sultan malikus shalih.
Masuknya akhlak tasawuf dinusantara menimbulkan perdebatan. Tasawuf alghazali masuk nusantara diperkirakan sekitar abad 16 M. Sebagai buktinya ditemukan penjelasan kitab ihya’ ‘ulumal-din al-ghazali dalam bentuk kesusastraan jawa pada manuskrip kedua yang diberi judul Een javaanse primbun uit de zestiende eeum. Begitu juga ajaran ibn ‘arabi yang memasuki nusantara sekitar abad 16 M. Yaitu saat terjadinya konflik keagamaan antara syekh siti jenar dengan walisanga terkait ajaran manunggaling kawulo gusti.
Selanjutnya, pada abad 17 di aceh muncul hamzah fansuri yang mengembangkan ajaran wujudiyyat. Setelah itu muncul syamsudin al sumatrani yang mengajarkan martabat tujuh al-burhanpuri dan juga mengembangkan ajaran wujudiyyat. Pada abad berikutnya terjadi konflik keagamaan terkait ajaran wujudiyyat hamzah fansuri dan martabat tujuh al burhanpuri yang menyebabkan munculnya nur al din al raniri sebagai tokoh penentang terkait konflik tersebut. Perdebatan tersebut menyebabkan keluarnya fatwa nur al-din al-raniri yang menjadi mufti sultan iskandar tsani dengan menjatuhkan hukuman mati kepada para pengikut hamzah fansuri serta membakar karya-karya yang berbau wujudiyyat.
Perdebatan diatas menggambarkan terjadinya benturan pemahaman antara pengikut tasawuf ibn ‘arabi dan al-ghazali. Padahal ajaran kedua tokoh tersebut secara substansi memiliki kesamaan. hal ini dapat dsilihat dalam kitab karangan mereka yang saling berhubungan satu sama lain karena ibn’ arabi sering mengutip pendapat al-ghazali serta sufi lainnya.
Ditengah konflik keagamaan muncul generasi pembaharu yang mendamaikan konflik antara pengikut tasawuf al-ghazali dan ibn’ arabi. Para generasi pembaharu tersebut yaitu neo-sufisme. Tokoh-tookohnya adalah abd al-rauf al-sinkili, syekh yusuf al-makkasari. Mereka sebagai abad generasi tasawuf ibn’ arabi dan al-ghazali dinusantara abad 17-18M. Dalam perkembangannya corak tasawuf yang disebarkan oleh tokoh pembaharu dapat diterima oleh umat islam di nusantara dan berkembang pesat dari generasi ke generasi hingga sekarang.
B. Tokoh-tokoh tasawuf di indonesia
1. Hamzah al-fansuri
Ajaran tasawuf hamzah al-fansuri
Pemikiran-pemikiran al-fansuri banyak dipengaruhi oleh ibn arabi dalam paham wahdat al-wujudnya. Seabagai seorang sufi ia berpendapat bahwa tuhan lebih dekat melebihi leher manusia sendiri dan tuhan tidak bertempat walaupun sering dibilang Dia ada dimana-mana.
Hamzah al-fansuri menolak ajaran pranyama dalam agama hindu yang mengatakan bahwa tuhan berada pada bagian tertentu tubuh manusia seperti ubun-ubun yang dipandanag sebagai jiwa dan dijadikan titik konsentrasi dalam usaha mencapai persatuan.
Menurutnya wujud itu hanya satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu ini, ada yang merupakan kulit (mazzhar, kenyataan lahir) dan isinya (kenyataan batin). Ia menggambarkan wujud tuhan bagaikan lautan dalam yang tidak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan wujud tuhan. Dzat yang mutlak ini diumpamakan gerak ombak yang menimbulkan uap, asap, awan kemudian menjadi dunia gejala. Kemudian segala sesuatu kembali lagi kepada tuhan yang digambarkan bagaikan uap, asap, awan, lalu hujan, sungai, dan kembali ke lautan.
2. Nuruddin ar-raniri
Ajaran tasawuf nuruddin ar-raniri
1) Tuhan
Pendirian ar-raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat kompromis. Ia berupaya menyatukan paham almutakallimin dengan paham para sufi yang di wakili ibn arabi. Ia berpendapat bahwa ungkapan “wujud allah dan alam esa” berarti alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu Allah SWT. Akan tetapi, ungkapan itu pada hakikatnya adalah bahwa alam itu tidak ada. Yang ada hanyalah wujud allah yang esa.
2) Alam
alam ini diciptakan allah melalui tajalli. Ia menolak teori al-faidh (emanasi) al-farabi karena membawa pada pengakuan bahwa alam ini qadim sehingga dapat jatuh pada kemusyrikan. Alam dan falak menurutnya adalah wadah tajjali asma dan sifat allah SWT.
3) Manusia
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna sebab, manusia merupakan khalifah dibumi.
4) Wujudiyyah
wahdat al-wujud diartikan bahwa tuhan itu satu dengan alamnya. Menurutnya pendapat hamzah al-fansuri tentang wahdat al wujud dapat membawa pada kekafiran. Ar-raniri berpendapat bahwa jika Tuhan dan Makhluk itu hakikatnya satu dapat dikatan bahwa manusia adalah tuhan begitupula sebaliknya, dengan demikian semua makhluk adalah Tuhan dan semua perilaku yang dilakukan manusia baik dan buruk berarti Allah turut serta melakukannya.
5) Hubungan syariat dan hakikat
pemisahan hubungan kedua tersebut menurut ar-raniri adalah sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan pendapatnya, ia mengajukan beberapa pendapat pemuka sufi diantaranya menurut syekh Abdul Al-Aidarusi bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali dengan syari’at yg merupakan pokok dan cabang Islam.
3. Syekh Abd Rauf Al-Sinkili
Ajaran tasawuf Syekh abd rauf al-sinkili
As-sinkili berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syari’at. Ajaran tasawufnya yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yaitu Allah sedangkan alam bukannlah merupakan wujud hakiki, walaupun demikian, antara bayangan (alam) dan yang memancarkan bayangan (Allah) terdapat keserupaan. Sifat-sifat manusia adalah bayangan Allah SWT.
Zikir merupakan usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Tujuan dzikir adalah mencapai fana’ (tidak ada wujud selain wujud Allah SWT)
Menurut as-sinkili ada 3 martabat perwujudan tuhan pertama, martabat ahadiyyah atau la ta’ayyun alam masih berada pada hakikat gaib yaitu berada dalam ilmu tuhan. Kedua, martabat wahdah atau ta’ayyun awwal yaitu sudah tercipta hakikat muhammadiyah yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat wahdiyyah ta’ayyun tsani dari sinilah alam tercipta.
4. Syekh Yusuf Al-Makasari
Ajaran tasawuf Syekh yusuf al-makasari
Syekh yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak dari asumsi dasar bahwa ajaran islam meliputi dua aspek, yaitu lahir (syari’at) dan batin (hakikat). Syari’at dan hakikat harus dipandang dan diamalkan sebagai satu kesatuan.
Beliau juga mengembangkan istilah al-ihathah (peliputan) dan al-ma’iyyah (kesertaan). Keduanya menjelaskan bahwa tuhan turun (tanazul), sementara manusia naik (taraqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya lebih dekat. Proses ini tidak mengambil bentuk kesatuan wujud antara manusia dan tuhan. Sebab al-ihathah dan al-ma’iyyah tuhan terhadap hamba-Nya adalah secara ilmu.
Syekh yusuf berbicara pula tentang insan kamil dan proses penyucian jiwa. Ia mengatakan bahwa hamba akan tetap hamba walau naik derajatnya dan tuhan akan tetap tuhan walau turun pada diri hamba. Dalam proses penyucian jiwa kehidupan bukanlah untuk ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan. Sebaliknya, hidup diarahkan untuk menuju tuhan. Berkenaan dengan cara menuju tuhan, ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, tingkatan akhyar (orang-orang terbaik), yaitu dengan memperbanyak shalat, puasa membaca al-qur’an, naik haji, dan berjihad dijalan allah SWT. Kedua, cara mujahadat asy-syaqa’ (orang-orang yang berjuang melawan kesulitan) yaitu latihan batin untuk melepaskan perilaku buruk dan menyucikan pikiran dan batin dengan lebih memperbanyak amalan batin dan melipatgandakan amalan lahir. Ketiga, cara ahl adz-dzikr, yaitu jalan bagi orang yang telah kasyaf (orang-orang yang mencintai tuhan, baik lahir maupun batin) untuk berhubungan dengan tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ajaran tasawuf didunia islam tidak lepas dari peran dua sufi besar yaitu ibn ‘arabi (1165-1240 M) dan al-ghazali (1058-1111 M). Kedua tokoh ini memiliki pandangan yang berbeda. Menurut sejarah tasawuf masuk nusantara diperkirakan abad 14 masehi. Berhubung kedua sufi yang berpengaruh memiliki pandangan yang berbeda sehingga ketika masuk ke nusantara terdapat pedebatan mengenai dua corak tasawuf dari kedua tokoh tersebut. Sampai pada akhirnya muncul tokoh pembaharu sehingga ajaran tasawuf di indonesia dapat diterima.
Tokoh pembaharu yang berperan yaitu pertama, Hamzah Al-Fansuri dengan paham wahdat al-wujudnya. Kedua, nuruddin ar-raniri yang terdiri dari tuhan, alam, manusia,wujidiyyah dan hubungan syari’at dan hakikat. Ketiga, As-sinkili yang berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syari’at. Keempat, Syekh yusuf al-makasari yang mengatakan bahwa ajaran islam meliputi dua aspek, yaitu lahir (syari’at) dan batin (hakikat).
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, rosihon. Akhlak tasawuf. Bandung: pustaka setia. 2010.
Noer, kaustar A. Tasawuf kontemporer nusantara: integrasi tasawuf ibn’arabi dan al- ghazali. jakarta: PT. Ina publi katama. 2011.

Selasa, 29 September 2015

bingung. bingung mau nulis apa? ini ajadeh
sesuai dengan nama blog saya sregep kuliah, dalam bahas jawa sregep artinya rajin atau giat. jadi sregep kuliah artinya rajin kuliah. amiiiiin

"tepangaken nami kula Azmi Maulidah, kanca kanca saged nyeluk kula ami utawi azmi. sakniki kula kuliah ing UIN Sunan Kalijaga jurusan Psikologi". yang artinya perkenalkan nama saya azmi maulidah, teman teman bisa memanggil saya ami atau azmi. sekarang saya kuliah di UIN sunan kalijaga jurusan psikologi

yang diatas tadi perkenalan, sekarang masuk intinya
sebenernya saya udah males kalau disuruh kuliah tp mau gimana lagi, saya lulusan SMA nggak ada keterampilan apapun buat kerja ya jadinya terpaksa deh kuliah dan orang tua juga nyuruh kuliah.
satu kata yang ada ddalam benak saya ketika mendengar kata kuliah itu ya BANYAK TUGAS.

semoga dengan nama blog Sregep Kuliah yang dalam bahasa indonesia artinya rajin kuliah, bisa membuat saya jadi mahasiswa yang rajin kuliah.

sekian.